💫 Sebab munculnya penyimpangan akidah …
Pada awal mulanya manusia itu lurus fitrahnya. Mereka hanya beribadah kepada Allah dengan agama dan keyakinan akidah yang benar. Allah berfirman,
كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةࣰ وَ ٰحِدَةࣰ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِیِّـۧنَ مُبَشِّرِینَ وَمُنذِرِینَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِیَحۡكُمَ بَیۡنَ ٱلنَّاسِ فِیمَا ٱخۡتَلَفُوا۟ فِیهِۚ وَمَا ٱخۡتَلَفَ فِیهِ إِلَّا ٱلَّذِینَ أُوتُوهُ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَاۤءَتۡهُمُ ٱلۡبَیِّنَـٰتُ بَغۡیَۢا بَیۡنَهُمۡۖ فَهَدَى ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ لِمَا ٱخۡتَلَفُوا۟ فِیهِ مِنَ ٱلۡحَقِّ بِإِذۡنِهِۦۗ وَٱللَّهُ یَهۡدِی مَن یَشَاۤءُ إِلَىٰ صِرَ ٰطࣲ مُّسۡتَقِیمٍ.
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan- keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
[QS. Al-Baqarah : 213]
Berkata Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, Manusia yang hidup antara Adam dan Nuh itu berada dalam satu agama, lalu mereka saling berselisih. Kemudian Allah mengutus para nabi untuk umat manusia sebagai pemberi kabar gembira tentang surga bagi orang yang taat, dan pemberi peringatan tentang surga bagi orang yang bermaksiat. Allah menurunkan bersama para rasul itu kitab-kitab samawi dengan kandungan kebenaran yang pasti untuk menjelaskan syariat Allah, supaya kitab samawi tersebut menjadi hukum di antara manusia dalam menyelesaikan sesuatu yang mereka perselisihkan terkait perkara agama. Dan tidak ada yang berselisih tentang kitab-kitab samawi itu kecuali orang-orang Yahudi dan Nasrani yang diberi kitab setelah datangnya dalil-dalil yang menunjukkan kebenaran Al-Qur’an dan nabi yang diserahi Al-Qur’an karena dengki dan sangat rakus terhadap dunia atau karena zalim. Allah menunjukkan orang-orang mukmin, yaitu umat Nabi SAW kepada kebenaran tentang sesuatu yang diperdebatkan oleh orang sebelum mereka dengan kehendak, keinginan dan perintahNya. Allah membimbing hamba- hambanya yang dikehendaki menuju jalan yang lurus.
(Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar)
Dahulu kala manusia adalah satu umat yang bersepakat di atas jalan yang benar, yaitu agama bapak moyang mereka, Adam, sampai mereka disesatkan oleh setan. Maka mereka pun berbeda-beda; ada yang mukmin dan ada yang kafir. Oleh sebab itulah Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan taat dengan adanya kasih sayang yang Allah janjikan untuk mereka, dan menyampaikan peringatan kepada orang-orang kafir dengan ancaman berupa siksaan yang pedih untuk mereka. Dan bersama para Rasul itu Allah menurunkan kitab-kitab suci yang berisi kebenaran yang tidak diragukan keotentikannya, supaya para Rasul itu memberikan keputusan hukum pada manusia terkait masalah yang mereka perselisihkan. Dan tidak ada yang berselisih paham tentang Taurat itu kecuali orang-orang Yahudi yang diberi pengetahuan tentang isinya setelah datang kepada mereka hujjah-hujjah dari Allah bahwa kitab itu benar dari Allah yang tidak mungkin mereka perselisihkan, (namun mereka tetap berselisih) akibat kezaliman dari mereka. Maka Allah membimbing orang-orang mukmin untuk membedakan kebenaran dan kesesatan dengan izin dan kehendak-Nya. Dan Allah menunjukkan siapa saja yang Dia kehendaki ke jalan lurus yang tidak ada kebengkokan sedikitpun, yaitu jalan iman.
Imam Ibnu Katsir رحمه meriwayatkan,
dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa jarak antara Adam dan Nuh عليهما السلام adalah sepuluh generasi, semuanya berada di atas suatu syariat yang diturunkan oleh Allah. Lalu mereka berselisih, kemudian Allah mengutus nabi-nabi untuk membawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
Karena manusia itu pada mulanya berada pada agama Nabi Adam عليه السلام dan lama-kelamaan mereka menyembah berhala. Maka Allah mengutus kepada mereka Nabi Nuh عليه السلام, Dia adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini.
(Tafsir Ibnu Katsir)
Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekali pun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah aqidah yang benar.
Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (hewani), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah.
Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih.” [QS. Al-Mu’minun: 51]
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS. Saba’: 10-11]
Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki aqidah shahihah.
🩸Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu:
1 Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar Radhiyallahu anhu :
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”
2 Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali pun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekali pun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” [QS. Al-Baqarah: 170]
3 Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah shahihah.
4 Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertaqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hewan qurban, nadzar, do’a, istighatsah dan meminta pertolongan.Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh Alaihissalam terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” [QS. Nuh: 23]. Dan demikianlah yang terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.
Wallahu a’lam
🍃 Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc
•┈┈••❁🌹🌹🌹❁••┈┈•
PROGRAM TA’AWUN GROUP PARA PENCINTA SUNNAH
Bagi yang ingin berdonasi di kegiatan ta’awun, dana dapat disalurkan ke :
Rekening PPS
BNI SYARIAH
YAYASAN PARA PEMBELA SUNNAH
NOREK : 7807878003
KODE BANK : 427 (Jika transfer dari bank lain)
Lalu konfirmasi ke salah satu Admin :
dr. M. Faishal Riza Sp.JP : 0811-360-7893
Agus Wijaya : 0812-3082-0070
M. Eko Subekti : 0812-3489-2689
Konfirmasi :
Atas partisipasi dan ta’awunnya kami ucapkan jazaakumullohu khoiron (Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan).
•┈┈••❁🌹🌹🌹❁••┈┈•
🌐 Website: bit.ly/ParaPencintaSunnah
💻 Facebook: bit.ly/fb-ParaPencintaSunnah
📷 Instagram: bit.ly/IG-ParaPencintaSunnah
📺 Youtube Channel:
bit.ly/Youtube-ParaPencintaSunnah
📱 Twitter: bit.ly/Twitter-ParaPencintaSunnah
🖨 Telegram: bit.ly/Telegram-ParaPencintaSunnah
Copyright 2018 - Automobile WordPress Theme.