Imam Abu Hamid Al-Ghozaly berkata: tiada satupun ibadah yang dilakukan dengan lisan yang lebih baik setelah membaca Al-Qur’an melebihi dzikir kepada Allah. Allah berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ .
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [QS. Al-Baqarah : 152]
Demikian pula firman-nya,
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖإِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ الَّهِ أَكْبَرُ ۗوَالَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS. Al-Ankabut: 45]
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
Allah berfirman,
أنا مع عبدي ما ذكرني، وتحركت شفتاه بي.
Aku akan bersama hambaku selama ia masih mengingat dan menggerakkan kedua bibirnya, berdzikir kepada-Ku.” [HR Ahmad, sanadnya shohih]
Ibnul Qoyyim berkata, firman Allah,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” [QS. Al-Fatihah: 5] menempati kedudukan dzikir dan dzikir itu merupakan ibadah hati dan lisan. Ibadah-ibadah ini tidak ditentukan waktu-waktunya, bahkan mereka senantiasa diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah dalam setiap waktu dan keadaan.
Dzikir adalah cahaya dan penerang hati. Ia adalah pintu Allah yang terbesar yang selalu terbuka antara Allah dan hambanya, selama hamba itu belum menutupnya dengan kelalaian yang ia perbuat. Jika seorang hamba lalai hatinya dari berdzikir, maka keadaannya sama dengan jasad yang tidak memiliki ruh.
Dzikir itu ada tingkatan:
– dzikir yang berkesesuaian antara hati dan lisan, dan inilah dzikir yang menempati derajat yang tinggi.
– dzikir dengan hati saja, ini tingkatan yang kedua.
– dziikir dengan lisan saja, maka dzikir ini menempati tingkatan yang ketiga.
Dzikir itu meliputi tiga macam:
– pujian
– doa, dan
– pemeliharaan.
Ketiga hal ini telah terangkum dalam dzikir-dzikir nabawiyyah, karena sesungguhnya dzikir-dzikir itu berisi pujian-pujian kepada Allah, dan doa. Sebagaimana terkandung pula dalam dzikir-dzikir nabawiyyah kesempurnaan pemeliharaan terhadap hati, pembelajaran dan ketergantungan hati kepada Rabbnya sekalian alam ini.
Sumber: mukaddimah bab Dzikir kitab Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Ali Bassam.
? Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc