*Bedanya berilmu dan jahil…*
Mutiara yang tercecer dari para Ulama
Berkata Imam Ibnul Qoyyim,
من شرف العلم أنه لا يباح إلا صيد الكلب العالم ، وأما الكلب الجاهل فلا يحل أكل صيده .
Diantara kemulyaan ilmu, bahwasanya tidak halal buruan melainkan buruan anjing yang terlatih. Adapun anjing yang jahil (tidak terlatih) maka tidak halal buruannya.
📚 Miftah Dar As-Sa’adah 1/55
Dari anjing saja, begitu besar perbedaannya, antara anjing yang berilmu terlatih, halal buruannya, sedangkan yang jahil, tetap haram buruannya.
Bagaimana dengan perbedaan manusia, antara yang alim dengan yang jahil, tidak bisa dibayangkan perbedaannya.
Sungguh wajar jika Nabi صلى الله عليه وسلم memberikan ungkapan perbedaan yang jauh diantara mereka. Sabdanya,
فضل العالم على العابد كفضلي على أدناكم
“Keutamaan orang alim dibanding ahli ibadah (yang tidak berilmu) seperti keutamaanku dibanding dengan orang yang paling rendah diantara kalian.” [HR At-Tirmidzy, 2685 dishohihkan Al-Albany]
Di hadapan ilmu, manusia terbagi dalam empat kategori:
Pertama: manusia yang punya ilmu dan ia sadar akan ilmu yang dimilikinya, sehingga ia mempraktekkan ilmu itu dalam sikap dan perilaku dikesehariannya. Kita patut belajar kepada orang yang masuk dalam kategori ini, karena ia adalah ‘alim dan ‘amil.
Kedua: manusia yang punya ilmu tapi ia tidak sadar akan ilmu yang dimilikinya, sehingga sikap dan perilakunya menyimpang jauh dari ilmu yang dimilikinya. Perbuatannya tidak sejalan dengan ucapannya. Kita patut mengingatkan orang yang masuk dalam kategori ini, karena ia sedang lalai akan kewajibannya.
Ketiga: manusia yang tidak punya ilmu (bodoh) tapi ia sadar akan kebodohannya, sehingga perilakunya terkadang benar terkadang salah. Ia bertindak berdasarkan naluri dan perasaannya, atau hanya ikut arus yang ada. Kita patut mengajari orang yang masuk dalam kategori ini, agar ia punya bekal dan pedoman yang benar untuk menghindari kesalahan dalam perilakunya.
Keempat: manusia yang tidak punya ilmu (bodoh) tapi ia tidak menyadari kebodohannya, sehingga ia enggan menerima masukan dan nasehat orang-orang yang ada di sekitarnya, karena ia merasa tidak butuh nasehat. Kita patut waspada dengan orang yang masuk dalam kategori ini. Jika kita tidak punya bekal dan semangat untuk memperbaikinya, lebih baik kita menjauhinya agar tidak terkena imbasnya.
Wallahu a’lam
🍃 Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc