*? SIRAH NABAWIYAH*
————— EPISODE 26 —————
*“MENYAMPAIKAN AL-HAQ (bagian 4 FINAL)”*
*? HIKMAH (PELAJARAN) ?*
[B]
Pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan kaum Quraisy menolak dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
ALLAH Ta’ala berfirman: “Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”.[QS. Az-Zukhruf: 22-23].
Masalahnya dalah taqlid buta dengan budaya nenek moyang, dan itu adalah masalah besar yang menghadang sebagian manusia karena mengikuti apa yang salah. Mereka mengikuti agama nenek moyang tanpa memikirkan budaya itu. Mereka hanya sebatas melihat nenek moyang atau keluarganya melakukan itu yang akhirnya mereka pun ikut-ikutan dan menjadikannya sebagai adat.
Bahkan tidak cukup hanya sebatas itu, kalau dijelaskan kepada mereka bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang salah. Mereka tidak meresponsnya dengan baik karena merasa berat melakukan perlawanan dengan budaya negerinya, Walaupun budaya tersebut seperti budaya taqlid dalam masalah pernikahan, hubungan kekeluargaan, mengenai hijab yang ternyata jelas-jelas bertentangan dengan syariat. Kalaupun seandainya seorang ayah atau saudara kandung, baik laki maupun perempuan, mengetahui hukumnya secara syariat, maka respons mereka juga sangat lambat, masalahnya terletak pada ketidakmampuan mereka dalam melawan budaya lama.
Ibnul Qayyim berkata, “Masalah yang paling berat yang akan dihadapi seseorang adalah tatkala berhadapan dengan budaya lama, bukankah rintangan yang paling berat yang dihadapi oleh para rasul adalah budaya lama yang telah mendarah daging. Oleh karena itu, siapa saja yang tidak mempersiapkan dirinya untuk meninggalkan budaya lama itu, serta keluar dari ikatannya, tidak memperhitungkan konsekuensinya, maka dia akan terputus dan kemenangan yang dinantikannya hanya akan sebatas khayalan”.
ALLAH berfirman: “Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi ALLAH tidak menyukai keberangkatan mereka, maka ALLAH melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” [QS. At-Taubah: 46]. [1]
Imam Abdul Aziz bin Muhammad Sa’ud rahimahullah dalam risalah-nya berkata, “Adat dan budaya adalah ibarat darah daging, dia bisa mengubah huruf syin menjadi huruf Zay dan para rasul menghadapi tantangan paling besar dari adat budaya.”
ALLAH berfirman: “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. [QS. Az-Zukhruf: 23]. [2]
[C]
Tidak boleh menamakan sesuatu dari agama ini sebagai budaya, karena suatu budaya bisa berubah dan berkembang sesuai dengan pandangan manusia, karena itu bisa saja datang seorang berikutnya yang kemudian mengubah budaya dan kebiasaan yang telah ada.
Itulah sebabnya apabila kita menamakan sesuatu dari agama ini sebagai budaya, maka akan tercampuraduklah bagi manusia aturan agama ini. Kemudian pada saatnya nanti, agama yang dinamakan dengan budaya itu telah diubah, maka mereka tidak akan meresponsnya dengan pembelaan dan perlawanan. Sekali lagi berdasarkan keterangan di atas, kita diharapkan berhati-hati untuk tidak menamakan bagian dari agama ini dengan kata budaya Islam, hendaknya dengan terang dan jelas menamakan dengan kata Syariat Islam sebagai aturan agama kita. [3]
[D]
Bagi yang membaca sirah perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan terkagum-kagum melihat sikap Abu Thalib yang tampil dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk membela Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun berhadapan dengan rintangan, disebabkan karena keyakinannya tentang kebenaran yang diemban oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, anehnya Abu Thalib tetap dalam agama lamanya.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Paman beliau yang bernama Abu Thalib bin Abdul Muththalib tidak mengikuti ajaran beliau, tetapi bagi Abu Thalib, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makhluk yang paling dia cintai. Itulah sebabnya dia menyantuni, berbuat baik kepadanya, menjaga dan membelanya. Abu Thalib berhadapan dengan kaumnya walaupun mereka masih sama keyakinan dengan Abu Thalib, karena ALLAH menguji hati Abu Thalib dengan cara mencintai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tabiat dan bukan berdasarkan keyakinan.
Di antara hikmah tetapnya Abu Thalib dalam agama kaumnya adalah merupakan pengaturan ALLAH dalam memberikan perlindungan kepada Rasul-Nya, karena kalau Abu Thalib masuk Islam, maka orang-orang Quraisy tidak pernah mau mendengarkan satu patah kata pun darinya. Mereka tidak mungkin menghormati dan segan kepadanya, mereka pastilah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadapnya, atau mengganggunya dengan lisan ataupun dengan tangan-tangan mereka.” [4]
Pernyataan ini dikuatkan dengan perkataan orang-orang Quraisy yang telah kami paparkan sebelumnya,
“Karna kamu sama dengan kami dalam hal menolak ajarannya.” Ini adalah sebuah hikmah besar yang telah ditetapkan ALLAH untuk Nabi-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pembicaraan tambahan tentang masalah ini, akan kami lanjutkan dengan izin ALLAH ketika menjelaskan mengenai wafatnya Abu Thalib.
[E]
Sikap Abu Thalib yang tampil menjadi penolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun tetap dalam agama kemusyrikannya dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima bantuan itu. Semua itu menunjukkan tentang bolehnya menerima bantuan dari orang musyrik dengan syarat-syarat tertentu.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Meminta bantuan kepada orang musyrik yang bisa dipercaya dalam jihad fisabilillah diperbolehkan kalau dibutuhkan.” [5]
In Syaa Allah bersambung minggu depan……….
Sumber:
– Fikih Sirah Nabawiyah; Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid (Penerbit Darus Sunnah, Jakarta)
Footnote:
[1] Abdul Mu’nim bin Shalih Al-‘Ali, Tahdzib Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, hal.104.
[2] Lihat Abdul Rahman bin Qasim, Addurar As-Saniyyah, 1/278.
[3] Lihat Al-Buthi, Fikih As-Sirah, hal.115.
[4] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, 3/41.
[5] Ibnul Qayyim, Zad Al-Ma’ad,3/301, lihat An-Nawawy, Syarah Shahih Muslim, As-Syafi’I dan yang lainnya berkata, ‘Kalau orang kafir itu memiliki pandangan yang baik untuk kebaikan umat Islam dan memang dia dibutuhkan, maka boleh dipakai dan jika tidak dalam kondisi dibutuhkan, maka hukumnya makruh.’12/199. Al-Qurthubi, Al-Jami’ Liahkami Al-Qur’an,8/99/100, Ibnu Hajar, Talkhish Al-Habir,4.101.
•┈┈••❁???❁••┈┈•
*PROGRAM TA’AWUN GROUP PARA PENCINTA SUNNAH*
Bagi yang ingin berdonasi di kegiatan ta’awun Para Pencinta Sunnah, dana dapat disalurkan ke :
Rekening PPS
BNI SYARIAH
NURKHOLID ASHARI
NOREK : 0431487389
KODE BANK : 427 (Jika transfer dari bank lain)
Lalu konfirmasi ke salah satu Admin :
Farid : 0823-3603-7726
Nugroho : 0881-5006-720
Nurkholid : 081-331-946-911
Konfirmasi :
#nama#tanggal transfer#jumlah#keperluan
Atas partisipasi dan ta’awunnya kami ucapkan jazaakumullohu khoiron (Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan).
•┈┈••❁???❁••┈┈•
? Website: bit.ly/ParaPencintaSunnah
? Facebook: bit.ly/fb-ParaPencintaSunnah
? Instagram: bit.ly/IG-ParaPencintaSunnah
? Youtube Channel:
bit.ly/Youtube-ParaPencintaSunnah
? Twitter: bit.ly/Twitter-ParaPencintaSunnah
? Telegram: bit.ly/Telegram-ParaPencintaSunnah